Meranum, sajak itu mengalir ke
dalam alur-alur kehidupan. Berbicara tentang hujan, badai, guntur, dan
matahari. Dan semua berkata-kata dengan gemulai jemari, menyapa sambil
berteriak tinggi, “apakah kamu sama dengan aku?”
Lewat gontaian daun-daun yang
bersimpuh bersama angin-angin sore, kita hanya
terdiam dalam kebekuan. Tak ada kata yang terlontar dari kita. Tak ada.
Kita hanya menyepuh. Malu. kenapa waktu sebegitu singkat dan mengapa jalan yang
kita lalui sebegitu pedek. Kita hanya melihat, kemudian mata kita bertemu—Kita melontarkan
arah.
Tumpukan buku yang tersimpan di
dedaunan sore, membuka tirai dari sekian banyak kata-kata yang melambai. Itu,
yang membuatku malu akan kamu yang selalu giat membaca aksara. Iya, kadang aku
merasa tak pantas untuk sekedar melihat parasmu yang anggun itu—itupun
mencuri-curi pandang.
Lepas penat yang menyerubungi,
dan kau mulai beranjak meninggalkan aku. Sendiri. Pada ruangan sepi
perpustakaan dengan para mahasiswa lain. Beberapa waktu aku menunggu, mungkin
kau akan kembali karena buku bacaanmu tergeletak di atas meja bersama buku
catatan, yang tak kumengerti isinya. Tapi, tak jua aku melihat kamu, tempat
duduk itu masih kosong, tak ada yang mengisi. Dan puplen yang tak bertuan terpaku
di atas meja, seperti terpakunya aku, ‘Dimanakah kamu?’
Aku berdiri, beranjak
meninggalkan meja yang sedari tadi kudiami: untuk mengagumimu. Rak-rak buku
perpustakaan berjajar rapi dan dipenuhi bemacam-macam buku. Pada pencarian itu,
tak jua aku melihat kamu, tapi aku tak lengah, kulanjutkan langkah, melihat beberapa
ruang yang tersekat buku untuk menemukan kamu.
Keringat yang mulai menetes dan
napas mulai mengempis, aku lelah. Tak mudah menemukan kamu di tempat yang luas
seperti ini, ditambah banyak mahasiswa yang berlalu lalang menenteng buku.
Namun mengapa aku sebodoh ini? Mengapa ada kerinduan yang terselip di dada
ketika aku tak bisa lagi melihat kamu yang dari tadi berada di hadapanku?
Kukembali pada meja yang aku
diami dengan gusar. Namun, ketika kuayunakan langkah, seseorang menepak
pundakku dan bertanya, “kenapa kamu mencari aku?”
Note: sekedar hibuaran, hanyalah fiktif
belaka.
bagus, gak terlalu panjang, jadi lebih menarik bacanya.
ReplyDelete