Sunday, December 7, 2014

Gadis Berhijab Berpegangan Tangan


“Hahhaha.... ih kamu mah” mereka tertawa renyah di sudut angkot.

Aku hanya diam memandang  sesekali. Aku juga heran pada kejadian ini, mengapa? Apakah ini hanya mimpi disiang bolong, karena tepat saat ini tengah hari?

Kupijit dan kucubit tangan kananku. Sakit. Ini bukanlah mimpi. Ini nyata. Namun aku harus ber-husnudzun, mungkin mereka saudara tapi mereka tidak mirip, mungkin mereka adik kakak tapi mereka seumuran, mungkin mereka suami istri tapi apakah semuda itu?  kulihat parasnya, sepertinya mereka baru menginjak umur delapan belas. Tapi mengapa, mengapa dan mengapa.

Aku tergugu diam. Kulanjutkan dengan obrolan bertema anak-anak sungai Cikapundung yang nakal mengasyikan. Mereka berkisar antrara kelas 1 SD sampai kelas 4 SD. Kadang membuatku kesal bukan kepalang, kadang mereka sangat, sangat menyenangkan. Ah, itulah anak-anak, masa kecil yang penuh dengan suka. Meraka hanya bermain, tertawa, dan sedikit belajar. Senangnya jadi anak-anak.

Suasana di dalam angkot ini lumayan riuh. Parau suara dua orang yang “mesra.” Hatiku hanya dengki dan marah. Aku berkali-kali berpikir positif tapi tidak mempan menahan seruakan pikiran negatif. Aku hanya curiga. Curiga akan kelakuannya. Berhijab, menutup aurat, berpakaian longgar, namun bergandengan tangan dengan lelaki yang entah itu siapa.

Mereka makin asyik dengan candaannya. Padahal semua kursi penuh. Tepat, waktu itu, aku ditemai dengan dua orang teman, panggil saja Indra dan Bima, yang sama dari sekolah alam Cikapundung. Seperti mereka kami juga tertawa dengan beda tema pembicaraan. Kami berbicara tentang kekonyolan yang kami lakukan dan sikap-sikap anak-anak kepada kami, di Sekolah Alam Cikapundung itu.

Disela-sela itu, hatiku terpukul hebat. Otakku berpikir yang tidak-tidak—bukan pikiran kotor. Meraka saling menepak, menselonjorkan kaki bersama, dan menatap nikmat. Berdua. Apakah mereka tidak malu dengan kami bertiga yang ada disampinya. Sekali lagi ku tegaskan mereka masih remaja di usia yang sama, entah mahasiswa semester pertama atau anak SMA. 

Namun ada hikmah yang dapat kuambil. Ternyata antara pakaian dan perbuatan adalah sesuatu yang beda. Pakaian tidak mencerminkan perbuatan dan begitu juga sebaliknya. Pakaian syari’ belum tentu berakhlak mulia dan yang berakhlak mulia tidak harus berpakaian syari’, keduanya terpisah. Namun yang menjadi salah. Menjustifikasi pakaian dengan perbuatan dengan mengatakan” so suci, so alim”, “ngapain pakaian bagus--syari’—tapi akhlaknya  buruk.” Dengarlah akhwat pakaian adalah kewajiban yang sudah baku tertera dalam kitab suci dan Hadis Nabi. Menutup aurat adalah perkara yang tak bisa ditawar-tawar. Menutup aurat dengan menutup hati adalah beda, yang keduanya harus dilakukan. Perbuatan adalah cermin sikap dan karakter. Perbuatan dan pakaian bagusnya dibangun bersama agar totalitas dalam beribadah. Tapi, memakai pakaian syari’ wajib walau prilaku tidak baik. Inilah dilematika hidup. Mungkin mereka hilap, aku menyimpulakan.

Tepat di Panorama, dekat gang ojek, kami bertiga turun dan begitu juga dengan mereka. Aku mengucapkan salam kepada  salah seorang sahabatku, Indra. Aku dan Bima kemudian berjalan pelan menuju toko alat tulis. Aku hanya tersenyum dan melihat kedepan dengan obrolan lanjutan dari sisa angkot. Mereka telah menghilang, pergi, dan aku tak peduli. Semoga Allah menyadarkan mereka jika mereka berbuat seperti yang kuduga. Jika dugaanku salah semoga Allah memaafkan dan menyadarkan aku yang telah salah mengira meraka: suudzon

Note: Kisah Nyata, 

Terimakasih Sahabat Hadits Line. Jangan Lupa Komentarnya

Terimakasih telah membaca artikel berjudul Gadis Berhijab Berpegangan Tangan yang ditulis oleh Hadits Line (Hermawan Setiawan) Komentar sahabat sangat memotivasi penulis.

0 comments:

Post a Comment