Saturday, December 6, 2014

Atap Bocor dan Pasar Baru

Langit menangis sore ini. Merdunya dercikan hujan kalah dengan suara hiuangan motor yang bising. Mentari nampak redup di ufuk langit sebelah barat. Kami bertiga tergopoh-gopoh ke sebuah terminal. Sebuah terminal kecil dan kusam yang berada di sebelah utara UPI: termial Ledeng.

“Gak makan dulu?” aku menunjuk ke sebuah wateg yang terkenal murah, warteg Bahari namanya.
“Nanti telat, benar lagi sore” seru Jihad
“Iya wan, nanti aja” Feisal menguatkan

Dengan menahan perut kosong keroncongan. Akhirnya kami terus melibas hujan menuju tempat terminal.

Suara Bus damri sudah menyela-nyela memanggil kami. Tapi, terlihat kosong dari kejauhan. Untung belum berangkat. Ada yang menghawatirkan dari bus damri itu. lihatlah kacanya yang dekil seperti tak pernah dilap. Mungkin hanya air hujan yang mau mengelapnya. Lihatlah bagian tubuh Bus Damri itu, berkarat hebat ibarat ibu-ibu lansia yang memaksakan jalan. Terdapat sebauh gambar disana yang bertuliskan “Oky Jelly Drink, minuman.....”. Papan iklan. Lihatlah muka Damri bagian depan, kaca cembung yang besar sudah menyusut dan kaca spionnya nampak lelah karena selalu menghadap ke belakang.

Tak menunggu lama, kami langsung naik ke bus damri. Satu persatu kaki kami melangkah. Suara dntakan terdengar akibat sentuhan sepatu dengan ubin damri. Kami mencari-cari tempat duduk yang nyaman dan nggak basah. Hujan kali ini membuat damri bocor. Platfom damri yang menggunakan triplek sudah tak karuan letaknya.  Besi penghalang di bagian atas yang langsung bersentuhan dengan hujan telah retak-retak.

Kami bertiga duduk tepat di bagian tengah badan damri. Kursi di depan kami telah basah, begitu juga dengan di belakang kami. Kursi basah itu jig jag, karena tempat bocornya tak beraturan.

Disana, hanya aku sendiri yang berbeda tujuan. Temanku, Jihad dan Feisal mereka mudik. Sedangkan aku pergi ke Pasar Baru untuk membeli sesuatu. Rahasia. Rencananya mereka berdua  akan turun dulu di Pasar Baru jika waktu memungkinkan. Dengan tujuan akan ke Vamosh—toko busana muslim—untuk mengambil barang pesanan, karena Jihad pembisnis. Dia jadi resseler produk dari Vamosh.

Beberapa menit menunggu hingga damri itu penuh. Di sela-sela menunggu keberangkatan damri. Perut sudah tak kuasa memanggil-manggil minta diisi. Aku mencoba mengajak kedua temanku itu untuk makan dulu. Menggeleng. Mereka menolak dengan alasan takut ketinggalan damri. Tepat di samping damri itu ada grobak somay. Dengan sedikit perdebatan, akhirnya kami bertiga sepakat membeli somay. Uang lima ribuan dikumpulkan. Jihad turun. Lima menit berselang, dia kembali dengan tiga bungkusan plastik. Kami langsung melahapnya.

Kursi sudah terisi semua. Damri berangkat. Suara parau hujan terkalahkan oleh bisingan damri. Suara itu persis seperti suara truk tahun 70 atau 80an. Jalannya meronta menembus hujan. Suara pekikan akibat gesekan besi yang sudah longgar terdengar. Dalam damri itu terkadang menyerebak bau karet yang menyebabkan enek pada ulu hati.

Damri menembus rimbunan perjalanan. Macet. Salah satu destinasi perjalanan sore itu. sudah menjadi kebiasaan di beberapa ruas jalan di bandung pada sore hari macet. Kemcacetan sudah bukab hal tabu seperti halnya korupsi yang melanda ini dari generasi ke generasi. “susuah mengurai macet” mungkit itulah sahutan dari para pejabat.

Hampir satu jam kami duduk di kursi plastik dalam bus damri. Waktu menunjukan hampir pukul  empat sore.

“Wah bang, kalo sampe sana jam 4 kemungkinan toko Vamosh udah tutup, kayanya ktia langsung aja ke Leuwi Panjang” meyakinkan
“Ah,” kecewa,  “Iya gak papa, sok aja we di lanjutin. Urang ge da sebentar paling,”
“Iya gara-gara telat tadi berangkatnya wat” sela Feisal yang ada di pojok dekat jendela. Dia asyik dari tadi mengamati hujan.
“Iya, tadi lambat sih” aku menguatkan
“Eh kan tadi nungguin ente. Ente tadi asyik aja maen laptop. Di hayu-hayu ge”
“Tadi pan ngurusin dulu  Stand GIF had, pan cek urang hayu

Feisal diam, karena dia yang mengkoordinir GIF. GIF adalah singkatan dari Geography Islamic Fair. Sebuah acara bedah buku dan talkshow dengan penulis ternama yang menulis 99 Cahaya di langit Eropa, Hanus Rais. Dan juga, Founder Great Muslimah Indonesia, Febrianti Almeera. Acara akan digelar tanggal 13 Desember, tepat minggu depan.

“jadi engke mah ulah telat geura” lanjutku
Semua diam beberapa saat. Jihad mengalihkan pembicaraan pada topik lain. Kami cair lagi. Satu belokan lagi Pasar Baru terlihat. Bus damri tetap stagnan dalam kecepatan 40-50 km per jam. Suara menggerungnya tetap terdengar. Namun ada janggal dengan damri ini, yaitu ongkosnya naik seribu menjadi  Rp. 4.000. Pasti ini gara-gara ulah pemerintah menaikan BBM. Transportasi publik pun ikut-ikutan naik dan yang menjadi korban adalah kita Masyrakat. Sudahlah.

Dalam jangka dua tahun ongkos damri naik satu kali lipat. Harga asal ongkos damri adalah Rp. 2000, mungkin pada tahun 2008 hanya Rp.1000. Anehnya, berapapun harga BBM naik, ongkos Damri naik kisaran Rp. 1000.

Damri berhenti pelan meinggir. Aku pamit pada dua orang sahabatku yang duduk tenang.

“Duluan nya”
“sip”

Dan aku turun mataku menatap pada gedung bertingkat. Itulah Pasar baru. Pasar semi modern. Kakiku melangkah mnyebrangi ruas jalan. Sedangkan hujan telah berhenti. Aku menuju ke gerbang depan pasar. Ku saksikan hanya segerombolan orang yang lalu lalang menenteng di lengan kanan. Entah apa itu. aku ragu. Tapi aku memberanikan diri untuk masuk bersama fajar lampu yang menyingsing dia atap pertokoan.


Catatan: Kesamaan Tokoh dan Tempat Disengaja. J

Damri Hari Ini, Beratap Bocor dan Tua
Dok. Pribadi

Terimakasih Sahabat Hadits Line. Jangan Lupa Komentarnya

Terimakasih telah membaca artikel berjudul Atap Bocor dan Pasar Baru yang ditulis oleh Hadits Line (Hermawan Setiawan) Komentar sahabat sangat memotivasi penulis.

0 comments:

Post a Comment