Monday, November 24, 2014

Diam Bukan Berarti Setuju

Saat pikiran tak bisa dikendalikan dan merajuk menembus alam bawah sadar, maka diam menjadi pilihan. Saat diskusi tak berarah dan hanya bualan dari kata-kata tak bermakna, maka saat itu pula diam menjadi genggaman.

Diam, semua orang pasti pernah merasakan. Orang yang suka bercira pun pernah merasakan diam. Malah diam dinisbatkan dengan watak. “diam wataknya pendiam”, “dia tak suka bicara, dia pemalu dan pendiam”. Maka orang yang tidak aktif disebut dengan si pendiam.

Diam atau tidaknya sebenarnya sebuat sifat, bukanlah sebuah watak. Ketika kau menahan untuk tidak berbicara banyak dalam sebulan dan hanya bicara pada hal yang penting-penting saja. Maka, aku yakin, orang disekitarmu akan menyebutmu pendiam. Padahal sebelumnya kau suka bicara seperti suara motor GP dilintasan, tak jeda dan tak memberikan orang lain kesempatan.

Maka ada kalanya kau diam pada hal-hal yang tidak bermutu, seperti membicarakan keburukan orang lain atau debat kusir yang tak menghasilkan solusi. Ketika kau menghadiri sebuah forum dengan diskusi yang berantakan kesana kemari, dan kau diam. Bukan berarti kau setuju dengan diskusi yang berjalan itu, mungkin juga kau malah tak setuju. Atau ketika kau mendengarkan ceramha guru atau dosen di kelas, dan kau diam, bukan berarti kau setuju dengan materi yang dosen sampaokan di depan, mungkin kau tak setuju dengan apa yang dia utarakan.

Dengan demikian tak setiap orang diam berarti setuju, mungkin mereka diam pertanda bahwa ketidak setujuan. Hal lain, ketika seorang teman akrabku di sebuah organisasi. Sebut saja namanya “X”, dia sering diam, dan orang-orang menyebutnya si pendiam. Dari gerak tubuh dan mukanya tak ada masalah mengenai kepribadiannya. Dia tersenyum jika disapa. Padahal, diam diam menahan masalah yang menghinggapinya. Dia tak berani bicara walau pada teman dekatnya. Aku tahu ketika ku korek perlahan atas kediamannya. Dan luar biasa dia memiliki segudang masalah yang tak terselesaikan. Dia cenderung pergi dan mengbaikan dengan cara diam.

Diam
(muda.kompasiana.com)
Untuk itu jangan ditafsirkan secara universal bahwa diam adalah tanda setuju. Contoh lain, ketika pemilu, banyak orang yang tak bersuara: memilih. Apakah mereka—orang golput—menghendaki dengan calon yang diajukan? Mereka yang golput sesungguhnya menunjukan ketidak setujuan terhadap calon yang ada. Hal ini mungkin karena kekecewaan, keputusasaan, atau mungkin sadar dengan sistem yang ada saat ini yang tak memberikan perubahan, siapapun pemimpinan, dan mungkin berjuta alasan lain.


Jadi diam bukanlah watak seseorang, namun hanya sifat dari apa yang dipilih seseorang. Maka ketika teman, sahabat, tetangga, keluarga, dan kerabat diam. Hal itu menunjukan ada masalah diantara mereka. Sekali lagi karena diam itu sifat, maka hal tersebut bisa berubah dengan stimulus tertentu, dari kau ke orang lain atau dari orang lain ke dirimu. Tapi, yang lebih besar adalah motivasi diri sendiri untuk mengakhiri diam itu. terakhir, dekatilah orang pendiam, karena sebenarnya mereka untuk teman untuk berlabuh dari setiap pembicaran dan dari beban yang ditanggungnya. 

Terimakasih Sahabat Hadits Line. Jangan Lupa Komentarnya

Terimakasih telah membaca artikel berjudul Diam Bukan Berarti Setuju yang ditulis oleh Hadits Line (Hermawan Setiawan) Komentar sahabat sangat memotivasi penulis.

0 comments:

Post a Comment