Sore itu langit
menyemburat cahaya matahari yang berwarna kekuning-kuningan. Aku melewati gang
FPMIPA yang menurun menuju ke arah Daarut Tauhid—Pesantren K.H. Abdulah
Gymnastiar. Aku terburu-buru karena sore ini ada pengajian di kosanku, NS. Ditambah
dari tadi siang aku belum makan. Lapar terasa menusuk ulu hati dan beberapa
kali perutku berseru.
Palang besi
telah kulewati dengan merendahkan badan, karena badanku tinggi. Namun ada yang
hinggap dalam pandanganku, ketika aku melangkah. Tepat di depan seorang gadis
berpakaian tertutup dan longgar berwarna coklat muda berjalan pelan dengan
wajah menghadap tanah. Langkahku berhenti seketika. Perasaanku tak menentu. Padahal
aku tak mengenalnya, siapa dia? Baru kali ini aku melihat gadis ini, baru pertama
kali melihat mukanya bercaya.
Kutahan gejolak
ini dan aku beistigfar lirih beberapa kali dalam hati. Aku minggir karena jalanan
sangat padat, banyak mahasiswa dan mahasiswi hilir mudik pulang kuliah.
Kulihat, kakinya
melangkah anggun. Jilbabnya yang panjang tertiup angin pelan. Sedangkan hijabnya
yang berwarna sama menutup dadanya. Pakaiannya rapat.
Sekarang dia
tepat melangkah di depanku. Aku menundukan pandangan. Entah mengapa, seketika buku
yang kupegang jatuh, “Buuk”. Suara itu mengagetkan semua orang, termasuk dia. Aku
langsung mengambilnya dengan agak terburu-buru. Saat mengambil buku itu, tak
sengaja aku dongkakan kepala dan dua matanya menatapku halus. Mata kami
bertemu. Dia alihkan pandangan aku juga. Matanya bening sebening air yang baru
keluar dari mata air, sebening langit kala tiada awan, dan sebening mutiara saat
diambil dari laut.
Dia melangkah
cepat melewati gerbang kecil besi ke araha FPMIPA UPI. Sementara aku berjalan
cepat menuju DT. Dalam ayuhan kakiku itu, wajahnya berkelebat dalam fikiranku. Memang
harus aku akui, aku pengagum muslimah yang taat, yang berhijab panjang dan tak
sembarang menatap lawan jenis. Hampir setiap hari aku bertemu dengan para
muslimah yang berpakaian seperti ini. Tapi dia ini beda. Perasaanku bergolak
hebat.
Waktu mengalir
begitu deras. Hampir 3 tahun, aku tak pernah melihat gadis bermata bening itu. Tak
pernah. Itulah pertama, dan satu kenangan dari sekian kenangan yang sulit
kuhapus. Mungkin dia sudah mengikrarkan janji dengan orang lain di atas sebuah
pernikahan, aku mengira. Namun, aku tak berharap jauh di pertemukan kembali. Aku
sadar betul, aku hanya manusia pongah yang masih lalai menjalankan perintah
agama. Kurasa pertemuan itu pertama dan terakhir. Semoga Allah melindungi
keistiqomahannya.
Note: Imajinasi.
0 comments:
Post a Comment