Waktu sudah
lewat begitu jauh, dari saat itu. Saat satu kelas tertawa bersama mendengarkan
lagu slank. Memang suaramu bagus,
sangat bagus melebihi suara sumbang kami. Tapi kelakuanmu ketika bernyanyi
membuat kami terpingkal-pingkal bukan kepalang. Tangan kirimu selalu menyentuh
bagian vital dan kadang-kadang kau dekatkan ke hidung: jorok. Dan tnagan
kananmu dengan santai menggam handphone
bermerek china.
Kelakuan konyol
kita begitu terasa setelah lama tak melakukan itu lagi: kenangan. Kita
berteriak, berprilaku seenaknya. Futsal mungkin gambaran representatif
perlakuan kita. Hampir setiap kelas kosong—tidak ada guru—kita selalu berada di
lapangan, bermain futsal dengan kelas lain. Walaupun sudah dekat dengan UN.
Kelas yang
bergambar pantai itu mengeisi relung kita, dan beberapa graviti kata yang
acak-cakan. Tak mengerti artinya apa. Jangan salahkan kami karena bukan kami
yang menggambar, tapi kakak kelas kami satu tahun yang lalu. pertimbangannya kenapa
tak dihapus,adalah kami sangat khawatir tidak bisa menggambar sebagus gambar pantai
itu. Dan bila kau orang luar, bukan kelas kami, datang dia langsung mengatakan,
“gambar apa ini gak jelas, gaje”
Kabut mulai
menyeringai kemudian terbang terhempaskan angin dan cahaya matahari memaksanya
melakukan proses evavotranspirasi. Jalan yang halus terbasuh air hujan tadi
pagi, licin. Pikiranku berulang, kembali 2 tahun yang lalu, bersama dengan
kalian, sahabatku. Ketika kuputar video atas rekaman-rekaman kita. Ada satu
rasa yang tibul: kerinduan. Kapan kita kan bertemu? Kapan kita tertawa
terbahak-bahak seperti dulu? Kapan kita mengebrol dengan tema yang tak jelas?
Mungkin, aku
menebak, kita sudah sibuk dengan pekerjaan atau kuliah kita. Kita sudah mafhum
bahwa kehidupan tak hanya sibuk mengingat masa lalu. Karena hari ini juga akan
menjadi masa lalu dikemudian hari. Aku pikir, masa lalu hanyalah nostalgia dan
harus diambil hikmahnya. Dari masa lalu juga kita bercermin atas
kelakuan-kelakuan kita—yang perlu perbaikan.
Hidup kita telah
melewati halang rintang, di masa lalu. segala pilihan kita sekarang ditentukan
oleh masa lalu kita sendiri, dan masa depan kita ditentukan oleh hari ini.
Ketika masa lalu kawan luar biasa, maka tak dapat dielakkan, hari ini kawan
akan luar biasa pula. Begitu juga seterusnya. Merangkai mimpi-mimpi yang kian
susut oleh gerusan waktu, yang terkadang membuat pesimistis dengan mimpi kita
sendiri.
Awan hijau itu
berkilauan, lebat. Tak usah gundah gulana dengan masa depan, dan aku yakin
setiap orang pernah merasakan gundah gulana terhadap masa depannya. Sebaiknya
tak usah khawatir, kerjakan saja apa yang harus dikerjakan untuk mencapai
mimpi-mimpi kita. Buat peta mimpi, akan kemana setelah ini, dan apa saja yang
harus dilakukan. Bukankah orang mengatakan mimpi tanpa perencanaan adalah
merencanakan sebagian daripada gagal?
Lagu merdu mengisi
langit pagi ini. Suara burung mendayu lembut. Burung itu digantung dengan
kurung bambu. Kakinya meronta dan sayapnya dikepakan. Berpindah kesana-kemari
seolah mencari jalan keluar. Entah, mungkin dia ingin melarikan diri supaya
hidup bebas bersama sekawanan burung lainnnya. Tak sendiri di dalam kurung ini,
tak ada teman.
Kita tak seperti
burung yang terkekang. Kita bebas dan menentukan segala pilihan kita dengan
syarat kita berusaha dan berdoa kepada yang Maha Kuasa, Allah. Sangat simpel dan
mudah bila diucapkan. Walaupun pada kenyataannya rintangan siap menghadang dan
membuat kira ragu akan mimpi-mimpi kita. Namun, bila tak ada rintangan apalah
artinya hidup. Bukankah pepatah mengatakan pelaut yang ulung lahir dari ombak
yang liar?
0 comments:
Post a Comment