Untukmu para pemegang kebijakan yang mudah-mudahan bijak : Kampus dan Kota Bandung.
Trotoar Depan UPI Sumber: Pribadi |
Trotoar
adalah jalan kecil bagi pejalan kaki di pinggir jalan raya. Semua orang juga
tahu. Trotoar menjadi sangat urgent,
karena kalau tidak ada trotoar maka pejalan kaki ternacam keselamatannnya.
Tapi, apakah seperti itu?
Setiap
jalanan di kota Bandung hampir memiliki troatoar terlepas itu dalam keadaan
baik atau buruk. Trotoar juga berguna sebagai gorong-gorong air dibagian
bawahnya. Menampung limpasan akibat air
hujan. Trorotar harusnya dipelihara dan dijaga dengan baik agar dapat
bermanfaat dan berfungsi sebagaimana mestinya.
Kali
ini, aku menemukan trotoar yang enggan di gunakan, diinjak pun tak mau, namun
masih tetap hidup (baca: ada). Sebilah trotoar yang berada di depan gerbang
Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, yang berada di Ledeng. Kasian sekali
trotoar itu dan yang lebih kasihan adalah si pejalan kaki.
Kala
hujan besar turun di kawasan Bandung, maka kau bisa tebak, air meluap-luap dari
gorong-gorong yang menganga itu. suatu waktu ada mahasiswa yang malang
nasibnya, karena masuk kedalam gorng-gorong itu. air itu membawa sampai ke
Setiabudi bawah, beberapa puluh sampai ratus meter mungkin jaraknya. Untung
Allah masih menyelamatkan hamba-Nya. Dia masih hidup sampai sekarang.
Tak
puas memakan mahasiswa, trotoar menganga itu menjebak kaki seorang ibu
sahabatku. Kakinya lecet berat dan
dilarikan ke rumah sakit, yang menjadi pertanyaan siapa yang harus bertanggung
jawab atas dua kecelakaan itu? dan inikah gunanya trotoar?
“Mungkin
itu tak hati-hati saja”, boleh dikatakan seperti itu, tapi bukankan itu
fasilitas umum yang harusnya dirawat oleh si empunya punya jalan—pemerintah.
Apalagi ini di depan Universitas berlebel nasional yang setidaknya masuk dalam
kontrolnya, karena toh yang jadi korban, mahasiswanya juga.
Mungkin
sudah takdirnya bagi jalan Setiabudi ini, terkhusus tapat di depan UPI, yang
kurang diperhatikan. Entah dari kapan jalan ini rusak, namun
orang-orang—pemerintah—enggan mungkin atau malah mereka tidak tahu.
Setiap
berangkat kuliah kulihat air yang mengalir pada trotoar yang menganga itu.
lebarnya hampir 2,5 meter. Satu kali loncatan pun sangat sulit melwatinya.
Ketika air bah meluber maka tak dapat dilihat mana trotoar yang jebol atau
tidak. Disaat itu petaka datang menghadang, memakan dan menjatuhkan siapa saja
yang melewatinya. Mau itu mahasiswa, saptam, pengemis, atau tukang bandros
keliling: tak pandang bulu. Namun trotoar itu hanya kemungkinan kecil mencelekakan
pejabat kampus, kenapa? Pertama mereka sukanya pakai mobil mewah, kedua,
mungkin jarang atau tidak pernnah melangkah kedepan UpiI dan melihat Trotoar
yang menganga.
Bagi
para pejabat Bandung, aku sampaikan dengan rasa takut, karena akhir-akhir ini
banyak dituntut dengan nama “penginaan kepada kota”. Tapi ini bukanlah hinaan
hanya sekedar kritikan dari warga kampus yang ada di bandung. Bukalah mata
selebar-lebarnya, khusunya para “pendiam” di kampus yang punya kebijakan. Jika berbicara mengenai dana: uang. Aku
yakin, akan lebih banyak orang celaka dan mengeluarkan duit daripada
membenarkan trotoar untuk keselamatan. Recehan pun cukup untuk membetulkan
trotoar itu.
0 comments:
Post a Comment