“Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput, air dan api” (HR Abu Dawud dan Ahmad)
kita sudah tahu sejak SD konon Indonesia
adalah negara kaya raya. Negara yang kaya dengan sumber daya alam, negara yang
kaya dengan budayanya, dan negara yang kaya dengan kemiskinannya. Kata “bukan
lautan tapi kolam susu”, yang temaktum dalam lagu ciptaan Koes Plus adalah
pengakuan kekaguman akan banyaknya kekayaan alam. Namun, diatas semua kekayaan
itu, apakah kita sudah merasakan “kaya”?
Pemerintah saat ini terlihat
kelabakan. Dengan dalih menyelamatkan anggaran negara, maka BBM dinaikan. “Cuma dua ribu rupiah” kata RI satu itu.
Sontak rakyat menjerit karena merasa terdzolomi oleh pemimpin yang merakyat
tapi menyusahkan rakyat. Demo-demo ramai menolak kenaikan BBM oleh berbagai
elemen masyarakat. Lucunya, penetapan kenaikan harga BBM itu dilakukan tengah
malam dan disiarkan di layar televisi. Kenapa tidak siang saja? Kenapa tidak di
depan rakyat banyak seperti persta rakyat? Ataukah bapak RI satu ini takut rakyat?
Aksi Tolak Harga BBM Naik (Solopos.com) |
Pertanyaanya, bukankah kita
negara kaya raya yang semua ada,
termasuk di dalamnya minyak bumi. Pertamina sebagai perusahaan negara pun masih
diragukan kemampuannya untuk mengeksploitasi kekayaan alam indonesia di bidang MIGAS,
dengan alasan teknologi dan sumber daya manusianya masih rendah. Tapi sebenarnya
bukan tidak mampu, namun tidak diberikan kesempatan dan kepercayaan secara
penuh oleh pemerintah untuk menggarap kekayaan ini.
Perusahaan asing malah bercokol
banyak di Indonesia. Sebut saja Chevron, yang membuat heboh belakangan ini,
karena akan membeli sebuah gunung di Jawa Barat, Gunung Ceremai. Chevron
merupakan salah satu perusahan ekplorasi dan eksploitasi minyak yang terbesar
di dunia. Chevron berasal dari negara adikuasa, Amerika Serikat. Ditambah perusahaan
asing yang lain, seperti British Petroleum, Exon Mobile, Petro China, Petronas,
dan lain-lain. Dengan tenangnya mereka mengeruk dan merampok kekayaan alam yang
ada di negara kita, Indonesia.
Masuknya perusahaan asing ke Indonesia merupakan sebuah Investasi, kata pemerintah.
Kurangnya budget APBN untuk mengolah sumber daya
alam menjadi alasan yang seolah rasional. Hal ini juga diuangkan oleh Presiden
Jokowi ketika presentasi di depan para pengusaha dan penguasa asing di G-20 di
Australia.
“You Know, Our Budget is Limited, We invite You come to Indonesia to
Invest...”
Investasi memang sangat penting,
tapi investasi bukan menggandaikan dan menjual sumber daya alam kepada asing
yang dengan bebas dimiliki dan digarapnya. Sehingga keuntungan dari sumber daya
itu dinikmati dan dibawa oleh asing ke negara asalnya.
Sebetulnya, bukan hanya kurang
modal, tapi liberalisasi ekonomi yang memobilisasi asing untuk mengambil barang
berharga di negara ini. Liberalisasi yang mengizinkan kepemilikan umum—salah
satunya minyak bumi—yang harusnya diolah untuk rakyat sebesar-besarnya.
Bukankah dalam undang-undang dasar, Bumi,
air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat?
Dari semua permasalahan itu,
solusi yang patut digulirkan adalah kembali kepada akidah kita sebenar-benarnya:
Islam. Kita tentu paham Islam diturunkan bukan untuk umat muslim saja, tapi
untuk seluruh mansuia, rahmatan lil alamin.
Islam adalah agama yang komperenship,
mengatur seluruh aspek kehidupan mulai dari masuk WC sampai pemerintahan. Islam adalah sebuah pandangan hidup (way of life) yang berasal dari
nilai-nilai ke-Tuhanan, yang mana Tuhan mengetahui apa yang terbaik untuk
ciptaan-Nya.
“Sesungguhnya orang-orang yang
kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud membedakan antara
(keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan: ‘Kami beriman
kepada yang sebagian dan kami kafir terhadap sebagian (yang lain)’, serta bermaksud
(dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman
atau kafir), merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah
menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan.”
(An-Nisa`: 150-151)
Menuntaskan problem ini bukan
hanya mengganti perorangan saja. Karena kita tahu liberal adalah suatu sistem
ekonomi dari kapitalis yang menitik beratkan kepada kebebasan Individu. Sistem
adalah seperangkat yang terkait membentuk suatu jaringan. Ketika satu benda
atau jaringan dalam sistem itu lumpuh, maka akan berpengaruh kepada jaringan
yang lain. Hal ini bisa kita analogikan pada tubuh kita, ketika tangan kita
terluka, anggota tubuh yang lain pun merasakannya, merasa sakit.
Untuk itu, sistem ekonomi islam
harus ditegakan. Hal ini bukanlah menyulut keberagaman, tapi inilah jalan yang
terbaik yang harus diambil. Jika masih ragu mengenai sistem ekonomi islam,
pernah belajar atau mengetahui sejarah islam? Dimana pada jaman Khalifah
Mu’tasim Billah tidak ada orang yang pantas menerima zakat yang mana negara
saat itu bernama Khilafah Islam.
Mungkin ketidak tahuanlah dan
keengganan untuk ingin tahu menjadikan sistem ekonomi islam ini terbatas pada
aspek keuangan, yang disebut dengan banks syariah. Padahal lebih dari itu islam
mengatur segalanya. Mengatur hal-hal yang belum tentu diatur dalam sistem lain. jadi, solusi islam untuk kenaikan BBM adalah kembali pada Islam itu sendiri. Wallahu A'lam Bishawab.
0 comments:
Post a Comment