Monday, November 24, 2014

Perdebatan Tadi Pagi

Langit mendung, hujan rintik-rintik turun membasahi tanah yang kusam. Pudar. Aliran air itu membasuh tanah yang berhumus, litosol, dan mengarah pada irigasi yang berujung pada sebuah teluk di lautan Indonesia, Pelabuhan Ratu. Batu yang terkikis melambangkan keperkasaan hujan. Sedikit demi sedikit memudar lalu hilang menjadi tanah. Seseorang yang terduduk sendiri pada sebuah kursi di balik jendela, aku. Aku teringat dengan perdebatan tadi pagi dengan kawanku Irwan di sekolah. Sebuah pertanyaan menghujam diriku, “Kenapa awan dengan berat jutaan ton mengapung di angkasa? Mengapa air hujan tidak asin, bukan kah air hujan itu evavorasi dari laut? Dan beberapa pertanyaan lain, mengapa.” Aku termenung menyaksikan transpirasi yang tipis. Sebentar lagi di langit sebelah barat menyembirat cahaya membias, membentuk tangga warna: Pelangi.

Suara menyentakku, tiba-tiba aku berada pada tempat yang aku impikan selama ini. Sebuah tempat yang ada di film narnia. Sebuah peamndangan yang bagaikan surga, tak dapat dijelaskan. Tak seperti di cerita-cerita film, seorang pemuda mendekatiku pelan dan menyapa.

“Kau pasti ingin tahu mengapa awan mengapung di awan kan?”
Aku terperangah, “Kau siapa?”
“Saya adalah kawanmu” jawabnya tegas, “Kau tak perlu lebih lanjut tentang saya” lanjutnya
Aku masih bingung, “Dimanakah aku?”
“Kau tidak perlu tahu dimana sekarang, kau akan tahu nanti, sekarang kau harus mengikuti sungai ini, supaya jawabamu terjawab”
Bagaimana mungkin awan ada hubungannya dengan sungai, ah, ini hanya pembongongan. Aku tidak mau. “Aku tak mau” jawabku lantang.

Dia menatapku tajam dan menunjakan sebuah jalan. Punggungku didorongnya dan aku tak bisa menahan. Macam apa ini, paksaan. “Kau akan menjawab pertanyaan Irwan, kawanmu itu yang sekaligus musuhmu,” dia berbisik

Emosiku melunjak, aku tak ingin dipermalukan lagi dalam sebuah debat di kelas yang membuat aku membeku. Aku langsung menyusuri sebuah jalan, tanpa sepatah katapun dan tanpa menoleh pada orang muda itu.
Jalan curam, pinggiran jalan ini berupa tebing dari batuan keras hasil erupsi gunung. Nampaknya tenaga eksogen telah mengikis berjuta-juta tahun lamanya. Jalan becek, seperti telah terjadi hujan lebat. Beberapa  saat aku hampir terjatuh, karena tak dapat mengendalikan diri. Tapi jalanku masih bergebu-gebu.

Langkahku terlepas, aku memegang ranting yang tumbuh di sisi tebing, tapi badanku terlalu berat, ranting itu patah, sebuah jurang akan mengakhiri hidupku. Nafasku sedu-sedan, jantungku memompa darah berlari-lari. Aku gemetar. Dan angin akhirnya menghempasku tajam, aku jatuh.

Aku kaget, hanya mimipi ternyata, syukurlah. Aku beranjak dari kursi tua yang telah menemani hidupku beberapa tahun terakhir. Kayunya sudah keropos dimakan rayap. Sebuah siklus alam yang tak terhindarkan oleh kursi tua itu. kudengar suara ombak mendayu-dayu mengisi ruangan sore ini. Airnya meluber memakan garis pantai, bahkan sampai menggenangi badan jalan raya pelabuhan ratu, dan macet tak dapat terhindarkan. Mungkin, burung sedang menari-nari saat ini, mengarungi angkasa, melepaskan kepenatan setelah menunggu hujan sejak tadi siang.

Kurang : Konflik

Visual
Audio
Sembirat warna membias membentuk tangga pelangi
Suara ombak mendayu-dayu
Burung menari-nari saat ini mengarungi angkasa





Tugas Mata Kuliah Media Pembelajaran Geografi Oleh : Dr. Ahmad Yani M.Si

Terimakasih Sahabat Hadits Line. Jangan Lupa Komentarnya

Terimakasih telah membaca artikel berjudul Perdebatan Tadi Pagi yang ditulis oleh Hadits Line (Hermawan Setiawan) Komentar sahabat sangat memotivasi penulis.

0 comments:

Post a Comment