Tuesday, December 9, 2014

Kiat Memilih Calon Suami


Sebenarnya saya agak tidak pantas menulis ini. Namun entah apa ketika saya melihat rak buku, kemudian tanpa sadar saya menarik buku yang berjudul risalah khitabah. Dalam daftar isi buku tersebut, saya tertarik dengan satu sub-bab, yaitu memilih calon suami. Ketertarikan itu muncul disebabkan berbagai pertanyaan yang ada dipikiran saya, dan juga keingintahuan. Karena selama ini, yang saya dengar dari beberapa obrolan, yaitu bagaiman memilih wanita yang baik dan hadisnya pun kita sudah tahu, yang kurang lebih berbunyi “Nikahilah perempuan itu karena empat hal, yaitu karena kecantikannya, karena hartanya, karena keturunannya, dan karena agamanya. Lalu  Rasullulah berpesan agar memilih agamanya”

Rumah tangga ibarat sebuah bahtera yang berlayar di lautan luas: samudra. Dalam pelayaran itu, bahtera pasti dihadang oleh berbagai macam rintangan. gelombang ganas, badai, angin besar, kehilangan arah, dan bertemu dengan bajak laut adalah hal yang pasti dan mungkin terjadi.

Ketika seseorang memutuskan untuk ikut dalam pelayaran. Hal itu juga berarti, ia percaya kepada nahkoda bahtera tersebut. Ia percaya bahwa nahkoda itu akan menghantarkannya pada tujuan. Ia percaya nahkoda itu dapat mengatasi berbagai macam rintangan, seperti badai dan ombak besar. Dan Ia percaya bahwa nahkoda itu cukup bekal dan tahu perjalanan yang harus ditempuh.

Andaikan orang yang naik dalam bahtera salah memilih nahkoda atau nahkodanya tidak sanggup mengatasi berbagai rintangan. Maka kerusakan bahtera itu akan datang dan menghantam, yang membuatnya tidak sanggup sampai tujuan.

Memilih nahkoda adalah hal yang urgen. Tidak bisa asal-asalan, semaunya. Jika seseorang tak mengetahui standar nahkoda yang baik guna mengarungi lautan. Kemudian  ia memilih hanya sekedar “suka”. Maka kemungkina besar bahtera itu tak akan lama berlayan di lautan. Bahtera tidak kuat menahan terjangan ombak dan badai.

Makna yang dapat kita ambil dari analogi ini yaitu, dalam berkeluarga, seorang pemimpin keluarga harus mempunyai bekal (ilmu dan agama) yang baik dan sikap (akhlak) yang mulia, karena tanpa keduanya, godaan, konflik, salah paham, cemduru, dan apapun itu tidak akan teratasi semuprna. Malah bisa jadi konflik itu menganga  hebat yang berakhir pada sebuah perceraian. Sabda Nabi Sallahu alahi Wa Sallam bersabda yang senada dengan hal itu, berbunyi:

“Jika ada seseorang yang mengajukan pinangan kepada (putri) kalian, yang kalian ridhai agama dan akhlaknya maka kawinkanlah ia (dengan putrimu), jika tidak kalian lakukan maka akan terjadi fitnah dan berkembang kerusakan di muka bumi”

Dari hadis tersebut, standar yang ditetapkan Rasullulah dalam memlilih calon suami yaitu agama dan akhlaknya. Walaupun kita tak dapat menafikan harta, paras, dan keturunannya. Namun jangan dijadikan parameter utama dalam memilih. Tetapi hal yang utama adalah akhlak dan agamanya. Bila akhlak dinafikan dan menjadi parameter utamanya adalah materi, paras, dan keturunan. Hal tersebut dapat menyebabkan fitnah dan kerusakan.

Dalam proses memilih calon suami, seorang perempuan beserta walinya haruslah berkomunikasi agar terjadi keridhaan disana. Ketika seorang wali hendak mencarikan jodoh kepada perempuan tersebut, maka wali harus meminta izin terlebih dahulu. Keputusan seseorang diterima atau tidak tergantung kepada perempuannya, walaupun walinya meridhai. Hal ini agar membawa kebaikan kepada keduanya.

Tentu dalam proses itu, perempuan dibolehkan untuk mengetahui siapa calon suaminya, bagaima perangainya, bagaimana agamanya, dan segala hal apapun itu tentang calon suaminya. hal ini dilakukan agar tidak terjadi kekecewaan pasca pernikahan. Jika ia—perempuan—ridha, ikatlah mereka dalam sebuah pernikahan. Sedangkan jika ia tidak ridha maka cukuplah sampai disini.

Bila seorang wali masih kekeuh dengan parameter keduniaan, sedangkan calon suami tersebut mempunyai akhlak dan agama yang buruk. Apalagi sampai beda agama. Hadis Nabi Saw, “Siapa yang mengawinkan putrinya dengan orang fasik maka ia berarti telah memutuskan tali silaturahmi dengan putrinya”

Disinailah urgensi “memantaskan diri”. Seseorang yang ingin menikah sedangkan ia masih memiliki akhlak dan agama yang buruk. Sebaiknya ia merenovasi diri dengan cara belajar dan bergaul dengan lingkungan yang baik. Karena kita tahu, dalam mengarungi lautan kehidpan dalam bahtera rumah tangga membutuhkan nahkoda yang mengerti dan memahami kondisi yang tercermin dalam akhlak dan agamanya.

Mungkin idealnya, kita—perempuan—memliki suami yang akhlaknya baik, agamanya luar biasa, parasnya tampan, keturunan ningrat, materinya berlimpah. Namun, kita tentu memahami hidup bukanlah sebuah sinetron dan bukanlah sebuah drama.

Kadang dalam memilih calon suami, perempuan dan wali melihat kenampakan fisik. Apakah dia cacat atau tidak. Tak sedikit pula yang menolak pinangan karena kenampakan fisik. Padahal memiliki akhlak mulia dan agama yang taat. Maka sabda Rasullulah,

”....ada seseorang yang bertanya kepada beliau: “Wahai Rasullulah, bagaiman jika (laki-laki) itu mempunyai cacat atau kekurangan?” Rasullulah pun menjawab: “jika datang kepada kalian orang yang baik agama dan akhlaknya maka nikahkanlah ia (dengan putrimu)”. Dan beliau mengulangnya sampai tiga kali.

Sebetulnya akhlak adalah bagian dari agama. Akhlak merupakan sifat untuk mensifati dirinya-seseorang-ketika melakukan sesuatu. Ketika dia mensifati dirinya dengan sifat-sifat yang Allah perintahkan, maka disebut dengan akhlak terpuji. Sedangkan bila mensifati dirinya dengan sifa-sifat yang dilarang oleh Allah disebut dengan akhlak tercela.

Sekarang kita tahu, ukuran dalam memlih calon suami adalah akhlak dan agamanya. walaupun kita tak dapat menutup mata terhadap materi, keturunan, dan paras. Namun jangan dijadikan patokan. Dan semua itu harus didasarkan pada keridhaan, bahwa ia—perempuan—siap dipinang. Hal ini tentu akan lebih baik bila dimusyawarahkan dengan anggota keluarga yang lain, terkhusus Ibu dari perempuan. Dengan hal ini Insya Allah akan mendatangkan kebaikan dan keberkahan dari Allah SWT. Wallahua’alam bii shawab.

Terimakasih Sahabat Hadits Line. Jangan Lupa Komentarnya

Terimakasih telah membaca artikel berjudul Kiat Memilih Calon Suami yang ditulis oleh Hadits Line (Hermawan Setiawan) Komentar sahabat sangat memotivasi penulis.

0 comments:

Post a Comment