“Kalau nilai teman sekelompok
kamu berapa?”
Ucapku pilu. Bagaimana aku bisa
menilai sedangkan kontribusi pada kelompok saja sedikit. Bagaimana bila yang
nilai yang aku kasih ini kecil. Bagaimana kalau mereka mendapatkan nilai jelek
akibat dari nilaiku. Aku gamang menatap muka dosen yang mewawancaraiku dalam
sebuah tema: UAS.
“rentang nilainya dari 1-5. 1
nilai yang paling rendah dan 5 nilai yang paling tinggi. Silahkan kasih berapa
dari keempat teman kamu?”
Jantungku makin berdetak hebat.
Hatiku gamang dan aku menghela nafas beberapa kali. Keputusan yang sulit
kuucapkan. Bukankah kita selalu bersama dalam mengerjakan laporan? Bukankah
kita menyantroni bersama tempat-tempat sebagai sample penelitian? Bukankah jobdesk-nya sudah jelas?
*****
Tak lama, sepuluh menit kemudian
aku keluar ruangan dengan rasa bimbang. Ketakutan semakin menyeruak kala aku
mengingat kejadian di ruangan kecil yang bersekat: ruangan dosen. Iya, Uas itu
bukan di kelas tapi diruangan dosen pengampu. Beberapa orang mengantri dan
termangu membaca buku rujukan SPAI. Mereka mencoba menalar dan beberapa orang,
temanku itu, bertanya kepada temanku yang lain, yang sudah keluar ruangan.
Mungkin mereka gusar takut dengan pertanyaan yang dosen ajukan.
Kemudian aku termenung pada layar
putih: Notebook. Kupandang lekat,
hanya imaginasi dari setiap kenangan yang tergambar jelas dalam benak. Kenangan
bagaimana kami susah payah dengan modal banyak menyelesaikan sebuah laporan,
yang itu mendapatkan nilai baik atau buruk.
Pada akhirnya, aku hanya berserah
pada Sang Kuasa. Aku hanya menjawab dengan jujur, dengan yang aku rasakan, dan
dengan segala yang aku kerjakan. Biarlah waktu menjawab. Kita hanya bisa pasrah
dan berserah, karena Allah tak mungkin bohong dengan ganjaran atas semua
pekerjaan yang telah kita lakukan.
Referensi Gambar:
0 comments:
Post a Comment