Monday, December 1, 2014

Polemik, Punahkah Harimau Jawa?

“Menurut Steidensticker & Soejono, hariamau Jawa telah punah pada tahun 1971 di Suaka Margasatwa Muara Betiri. Pada desermber 1996, CITEIS memfonis bahwa harimau jawa telah Penuh” 
Perburuan Harimau Jawa
(www.mongabay.co.id)

Harimau jawa adalah mamalia yang hidup di seluruh hutan hujan tropis pualau jawa. Harimau jawa masih mempunyai kerabat dengan harimau bali, kaspia, sumatra, dan di daratan asia lain. Mamalia ini terdiri atas delapan subsepesies. Mulanya, perseberan harimau di Asia berasal dari Tigris, salah satu daerah di kawasan Timur Tengah. Kemudian menyebar ke daerah sekitar laut Kaspia, Siberia, masuk ke India, Indochina (Kamboja, Vietnam, Laos), Semenanjung Malaya, dan tersebar di wilayah Indonesia (Jawa, Sumatra, Bali).

Harimau jawa jantan mempunyai berat 150-200 kg dengan panjang 2-2,5 meter. Sedangkan hariamu betina mempunyai berat lebih ringan, yaitu 15-115 kg dan lebih pendek dari harimau jantan. Besarnya tubuh harimau jawa ini disebabkan adanya kompetisi dengan Macam Tutul dan Ajax.

Harimau jawa mempunyai  kekerabatan yang sangat dekat dengan harimau bali. Naasnya, harimau bali pun berstatus punah. Namun harimau bali mempunyai tubuh lebih pendek dan tidak seberat harimau jawa disebabkan kompetisi yang tidak seketat jawa. Harimau lain yang dinyatakan punah adalah harimau kaspia. Secara prinsip, semakin jauh mamalia ini dari garis khatulistiwa, maka tubuhnya semakin besar. Hal ini disebabkan oleh penyesuain iklim relatif dingin dan kondisi lingkungan yang lebih ganas.
Persebaran Harimau Jawa
Pada abad 19, harimau jawa masih banyak ditemukan di berbagai hutan pulau jawa. Setelah terjadi Cultur Stetsel atau tanam paksa yang akibatnya lahan hutan banyak dibuka untuk lahan perkebunan. Maka habitat mamalia ini terus menyusut. Ditambah dengan banyaknya pemburu liar, karena kulitnya mempunyai harga tinggi. Disisi lain hewan ini dianggap hama, karena sering masuk daerah perkebunan.

Pada tahun 1938, hutan tropis yang ada di pulau jawa masih 25% dengan populasi penduduk saat itu 28 juta jiwa. Kemudian pada tahun 1975, hutan tropis mengalami penyusutan hebat menjadi 8% dengan populasi penduduk 85 juta jiwa. Kebutuhan lahan akan pertaniah—persawahan—menjadi salah satu akibatnya. Apalagi penduduk di pulau jawa kurang peduli dengan mamalia ini. Maka tahun 1950, diperkirakan pupulasi harimau jawa hanya tinggal 25 ekor. Sepuluh tahun kemudian pada tahun 1972, harimau jawa hanya tinggal 7 ekor, hasil ini didasarkan penelitian Steidensticker & Soejono di Taman Nasional Muara Betiri.

Selain itu kepunahan mamalia ini didukung dengan berbagai kondisi dan peristiwa, atara lain:
  1. Harimau dan mangsanya diracuni di berbagai tempat di pulau jawa pada awal abad 20.
  2. Saat perang dunia kedua, lahan banyak dibuka dan dibagi-bagi untuk perkebunan karet, kopi, dan jati yang tidak sesuai dengan hewan liar.
  3. Rusa sebagai mangsa utama harimau ini berkurang karena berbagai penyakit pada tahun 1960an.
  4. Pada tahun 1965, keompok bersenjata membunuh harimau yang masih tersisa pada waktu itu.
Walaupun status hewan ini dinyatakn punah, tapi masih terjadi perdebatan alot, apakah hewan ini benar-benar punah atau tidak? Berbagai pihak masih menduga harimau jawa masih belum punah. Banyak statment yang mendukung pernyataan ini, seperti Tahun 1990 Pusat Informasi Pecinta Alam (PIPA) Besuki menyatakan menemukan jejak kaki harimau jawa. Tahun 1997 tim ekspedisi PL-Kapai ’97 mengklaim menemukan bekas aktivitas harimau jawa meliputi feses, cakaran di pohon, jejak tapak kaki dan rambut. Walaupun sampel temuan rambut baru teridentifikasi sebagai milik harimau jawa setelah dianalisis pada tahun 2001. Agustus 2004 penduduk tepi kawasan TNMB menemukan feses harimau jawa.

Pada tahun 1999, tepatnya bulan april pendidikan lingkungan KPAI membongkar kelebatan hutan gunung slamet disisi barat dan selatan selama 15 hari. Hasil temuan berupa cakaran di pohon dengan rambut yang terselip, juga kotoran dan jejak. Keberadaan harimau jawa ini diperkuat dengan pembunuhan mamalia tersebut oleh masyarakat Puncen pada tahun 1997. Sisa pembuhuhan mamalia tersebut berhasil dindentifikasi dengan mikrosop elektron bahwa mamalia tersebut benar-benar harimau jawa.

Respon terhadap kepunahan harimau jawa pun bermuculan. Pada akhir 1998 diadakan Seminar Nasional di UC UGM yang berhasil memutuskan harus dilakukan “Peninjauan Kembali” atas klaim punahnya satwa ini. Serta berbagai pertemuan dan seminar lain untuk membatah atas satus “musnah” oleh Lembaga Internasional, CITEIS. Dalam artikel yang ditulis Didik Rahardjo pada tahun 2005 berjudul “Jejak Harimau Loreng Tidak Hanya Digunung Kidul” dijelaskan, kehadiran harimau jawa tersisia dapat dibuktikan dari aktivitas dan sisa tubuhnya.
Tapak Harimau Jawa
Menurut Wahyu Giri dalam presentasinya berjudul “Mengapa Kami Menolak Harimau Jawa Punah” mengatakan bahwa penelitian yang dilakukan WWF selama ini hanya terpasang sepuluh kamera dari duapuluh kamera yang harusnya dipasang.

Bukti baru pada tahun 2009 didapat sample kulit harimau loreng yang dibunuh di jawa tengah. Secara mikroskopis, untuk rambutnya sudah menunjuk ke hariamau jawa dan bukan tutul; tetapi hasil analisis ke tingkat lanjut, DNA belum dapat disimpulkan. Terakhir pada tahun 2013, ditemukan potongan bulu harimau di jawa timur.

Polemik yang terjadi pada mamalia ini terkait punah atau tidaknya, harusnya menjadi pelajaran bagi masyarakat Indonesia dan segala steckholder yang mempunyai peran dan kebijakan atas satwa yang endemik dan terancam punah. Karena pada kasus lain banyak satwa yang kritis, seperti badak jawa dan gajah sumatra yang perlu penyelamatan extra. Penyesalan akan hadir diakhir setelah hilang dan musnahnya hewan terkait.

Tidak salah bahwa Allah berfirman dalam Al-Quran, “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (kejalan yang benar). Katakanlah (Muhammad), “Bepergianlah di bumi lalu lihatlah bagaimana kesudahan orang-orang dahulu. Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah).” (Q.S. Ar Rum (30) : 41-42)

Untuk itu sebagai kholifah dimuka bumi ini haruslah mempunyai pola pikir mendalam atas segala permasalahan, juga peduli dan bijak dalam membuat kebijakan. Seutuhnya, alam rusak dan tidaknya tergantung manusia berlaku dan bersikap pada lingkungan alam. 

Referensi:


Terimakasih Sahabat Hadits Line. Jangan Lupa Komentarnya

Terimakasih telah membaca artikel berjudul Polemik, Punahkah Harimau Jawa? yang ditulis oleh Hadits Line (Hermawan Setiawan) Komentar sahabat sangat memotivasi penulis.

0 comments:

Post a Comment