Coba menarik diri dari hal yang tak mungkin kulakuan. Namun sadar ketika kita menatap, tak ada harapan disana. Kita hanya berbicara dalam bahasa yang tak dimengerti, tentang mimpi-mimpi kita. elok niang, berjuta harapan entah sampai kapan kuharapkan.
Lelah, cukup berdiri disamping
jendela bersama hujan yang mengguyur. Mungkin, waktu menjawab semua hirau yang
pernah aku lakukan. Iya itu, yang kau ucapkan dalam bahasa gerakmu di hari kemarin, “kita hanya lah
biasa, aku manusia sedangkan kau semut”.
Rantai tergetak dingin bersama
hujan. Pekat matamu yang selalu berbinar saat membuka wadah gula, membuatku
gugup. Senyummu yang tipis membuatku takjub. Gesture tubuhmu yang dinamis,
sempurna. Dan tubuhmu yang terbalut kain longgar sungguh mempesona. Tapi apakah
mungkin, bukankah aku hanya semut? Bukankah aku hanya makhluk kecil, jelek,
hitam dan tak mengerti apa-apa tentang manusia? Aku hanya kagum dengan perasaan
yang tak menentu.
Namun aku tak berhenti berharap,
mewujudkan semua anganku. Setiap pagi aku selalu bersembunyi di sela-sela buku di kamarmu. Menatap wajahmu yang masih terlelap. Andai aku manusia mungkin aku tak
akan lama menunggu untuk melamarmu dan menikahimu. Aku tak seperti orang lain
yang suka dengan pacaran. Ah apalah itu, menurutku orang-orang yang kurang
komitmen yang berani melakukan itu. Walaupun kau tahu di bangsa kami juga
banyak yang berpacaran dan mengandung di luar nikah, bagai hewan saja. bukankah aku hewan? Setidaknya aku hewan
yang beradab, tau diri.
Ibuku pernah mengingatkan, apalah
kerjaku mengejar cinta manusia? Sampai kiamat pun tak akan pernah tersampaikan?
Kita hanya bagian semesta yang terabaikan oleh manusia? Dan satu ketika ibu
mengatkaan “cobalah anakku bercermin?”
Kulihat mukaku seksama dan itu
membuat harapanku pudar. Bagaimana mungkin aku seorang hewan dapat mendapatkan
seorang manusia yang berjilbab panjang tergerai indah? Lihatlah mukaku yang
memiliki mata besar sedangkan dia memiliki mata sayu? Lihatlah badanku yang
memiliki kaki enam sedangkan dia memiliki dua kaki yang indah dan dua tangan
yang halus? Lihatlah senyumku yang mempunyai gigi yang buruk sedangkan dia
mempunyai senyum yang indah bagai bunga mawar yang merekah?
Aku tertunduk lesu. Tangan kecilku
menyentuh kaca sambil berharap “Ya Allah, Tuhan Semesta Alam yang Maha Tahu,
aku masih berharap walaupun itu tak mungkin”. Semoga suatu hari dia tahu dan mengerti
bahwa ada semut yang mempunyai rasa kepadanya walaupun aku sudah pupus, karena
umur kita tak mungkin sama.
0 comments:
Post a Comment