Hari ini, saya mengambil artikel
Jumat berjudul “Peran Seorang Guru” yang ditulis oleh Prof. Dr. H. Sofyan Sauri,
M.pd. Isi dari artikel itu bercerita mengenai apa itu guru dan bagaimana guru
pada zaman Rasullulah dan kejayaan Islam. Setidaknya ada tiga macam arti kata
guru dalam islam, yaitu murrabi, mu’alim, dan mu’addib. Kata murrabi mempunyai
arti pemeliharan baik fisik maupun spiritualitas. Mu’alim adalah kata lain dari
makna pengajaran. Sedangkan mu’adib adalah prilaku yang dibentuk (karakter).
Dalam artikel ini juga dijelaskan,
kurang lebih, bahwa guru haruslah menyadarkan dan mendekatkan peserta didik kepada
Allah Swt, tidak hanya aspek pengetahuan saja yang dibagun tapi aspek akhlak
dan keterampilan juga perlu diperhatikan.
Keutamaan seorang guru dijelaskan
dalam ayat Al-Quran yang berbunyi:
“Dialah yang telah mengutus seorag
rasul dari kalangan mereka ke tengah umat yang ummi yang membacakan kepada
mereka tentang kitab dan hikamah padahal mereka sebeumnya ada pada kesesatan yang
nyata”
Rujukan utama pendidikan islam adalah
pada zaman nabi. Ketika nabi dengan luar biasa mengubah kebiasaan masyarakat
jahiliyah arab menjadi masyrakat yang cerdas dan berfikir cemerlang. Nabi
adalah guru dari segala guru: Maha guru. Tentu menjadi teladan kita sebgai
umatnya, apalagi yang menempuh kuliah di bidang pendidikan atau yang
bercita-cita menjadi pendidik.
Hal tersebut disokong dengan
pernyataan seorang ahli pendidikan An-Nahlaui yang menjelaskan mengenai sifat
seorang guru. Pertama, harus Rabbani. Kedua, harus mensempurnakan sifat
Rabbaniyah. Ketiga, mengajarkan ilmu dengan sabar. Keempat, memiliki kejujuran.
Kelima, harus berpengetahuan luas. Keenam, harus cerdik dan terampil. Ketujuh,
harus mampu bersikap tegas. Kedelapan, harus memahami sikap anak didik.
Kesembilan, harus peka terhadap realitas kehidupan. Kesepuluh dan terakhir,
harus bersikap adil.
Sepintas memang artikel ini bagus dan
sangat baik, mengajarkan kita bagaimana kita berprilaku sesuai dengan
Rasulullah. Namun ada yang mengganjal dihati saya ketika semua sikap yang harus
dimiliki guru itu harus dimiliki oleh guru sekarang. Apalagi harus mencakup
tiga aspek murrabi, mu’alim, dan mu’addib, yang bila dipikirkan kemudian
dikaitkan dengan realitas saat ini, maka sangat jauh. Walaupun tentu kita harus
optimis.
Artikel ini menurut saya hanya
menjelaskan perkara cabang saja, yaitu buah saja. sehrusnya yang menjadi
sorotan adalah pola atau sistem yang bagaimana membentuk model guru seperti
ini. Kita tentu mengindra fakta. Ketika pendidikan kita ingin memunculkan
manusia yang berkualitas dan pemimpin peradaban, maka jalur yang ditempuh harus
sama dengan apa yang dijalankan Rasul. Beda jalan pasti beda hasil apalagi
dengan menggunakan cara-cara yang tidak Islami. Bagaimana kita mengharapkan para
pemikir ulung seorang mujahid apabila pendidikan yang diterapkan adalah
pendidikan sekuler? Hal ini bagai mimpi disiang bolong.
Pembenahan yang harus dilakukan, yang
paling urgen menurut saya, bukan seperti apa guru yang bagus dan berakhlak.
Tapi bagaimana cara membuat sistem yang baik sesuai dengan tuntutan Rasulullah
dan didasarkan pada akidah islam yang benar melalui AL-Quran dan Hadis. Hal ini
tentu harus ada penjabaran lebih lanjut mengenai sistem pendidikan yang islami,
karena toh Al-Quran dan Hadis hanya
sebagai pondasi dasarnya saja, sedangkan bangunannya harus dirancang oleh orang
yang mengerti.
Untuk kita selaku generasi muda
jangan takut dan gentar mempelajari Islam. Bukakah kita sudah mengazamkan diri
akan masuk kepada islam? Dan bukankah masuk pada islam itu jangan
setengah-setengah?
Jumat, 19/12/2014
0 comments:
Post a Comment